Thank You for Smoking : Bukan Negosiator Sembarangan
Mungkin film ini sepintas tidak begitu
menarik, bahkan saya pun tidak terlalu tertarik dan menyangka bahwa film ini
hanya membahas persoalan rokok. Namun karena tuntutan kewajiban dalam memenuhi
tugas, saya mencoba menontonnya sambil saya berlibur untuk mengistirahatkan
pikiran saya yang penat dengan urusan di luar sana. Ternyata film ini sangat
keren, bagi saya film ini tidak hanya membahas mengenai persoalan rokok saja
melainkan di dalamnya terdapat sebuah ilmu. Ilmu yang mungkin tidak semua orang
memiliki keahlian dalam bidang ilmu tersebut. Ya, negosiasi dan persuasi.
Bagaimana kita mampu merayu seseorang untuk dapat menerima ajakan yang
diberikan oleh kita dan memang benar adanya, kata-kata memiliki kekuatan yang
sangat luar biasa, bahkan ia mampu mempengaruhi orang banyak dalam hitungan
detik saja. Maka, berhati-hatilah dengan
sebuah kata.
Diawali dengan adegan talk
show “Joan Lunden” yang membahas tentang bahayanya merokok di usia remaja.
Beberapa narasumber diundang ke dalam acara tersebut, diantaranya salah seorang
remaja berumur 15 tahun yang mengidap penyakit kanker ganas akibat kebiasaannya
merokok, Robin Williger dan Nick Naylor sebagai wakil direktur dari Akademi
Kajian Tembakau, serta diikuti narasumber lainnya yaitu ketua perkumpulan
ibu-ibu yang menentang remaja perokok, ketua asosiasi paru-paru dan pembantu
pelayanan kesehatan dan kemanusiaan. Talkshow tersebut sangat menentang untuk merokok
pada usia remaja. Namun dalam acara tersebut, Nick Naylor mampu mematahkan
argumen dari perwakilan senator dan dalam akhir pembicaraannya, ia berkata akan
mengeluarkan dana 50 juta dolar yang ditujukan untuk membujuk remaja agar tak
merokok. Pernyataan tersebut membuat kesal BR, bos dari Nick Naylor karena
pernyataan tersebut dianggap sebagai direct
statement. Namun, pintarnya Nick dapat meyakinkan sang bos bahwa dukungan
terhadap remaja untuk tidak merokok dapat meningkatkan citra perusahaannya
serta peningkatan penjualan rokok.
Film ini menceritakan
tentang seorang juru bicara atau bisa dikatakan praktisi public relation dalam sebuah perusahaan produsen rokok terbesar
(semacam itulah) yang pekerjaannya pasti sangat dibenci oleh orang banyak. Disaat
semua orang berusaha keras berkampanye untuk hidup sehat dan melakukan aksi Go Green, menyuarakan usia remaja tanpa
rokok. Seorang praktisi PR harus mampu mempertahankan citra perusahaannya dimana
dia bekerja karena kampanye tentang hidup sehat tanpa rokok akan membuat
produsen rokok mengalami kebangkrutan.
Pekerjaannya yang sangat
berisiko karena ditentang dan dibenci oleh masyarakat banyak membuat Nick
Naylor menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya, mulai dari hujatan
masyarakat yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi dirinya, ditinggal pergi
oleh istrinya, ditipu wartawan hingga diculik dan disiksa pun ia pernah alami,
tapi yang menjadi permasalahan terbesar bagi dirinya yaitu hanya soal mendidik
anaknya. Meskipun dia bekerja di sebuah perusahaan produsen rokok, dia bekerja
keras untuk membela perusahaannya dan bernegosiasi dengan orang banyak juga
berusaha untuk tidak berpihak pada kampanye anti rokok, dia tidak bodoh. Nick
tidak ingin anak kandungnya, Joey Naylor tumbuh menjadi remaja perokok dan
menjadi korban dari perusahaannya sendiri.
Pernah suatu saat
ketika Joey Naylor diberikan tugas oleh gurunya untuk menulis karangan bebas
tentang “Apa yang Ingin Kamu Lakukan?”, Nick Naylor, tiba-tiba datang ke ruang
kelas anaknya dan bertanya pada setiap anak yang ada di ruang kelas tersebut
tentang apa yang ingin mereka lakukan. Hampir semua menjawab tentang pekerjaan
yang baik dan umumnya sudah melegenda. Namun, tidak ada yang ingin bekerja
menjadi seorang negosiator, apalagi seorang negosiator dan pelobi di perusahaan
rokok. Mereka menganggap pekerjaan yang berhubungan dengan rokok, apapun
namanya pasti buruk karena mereka sudah didoktrin oleh orangtuanya bahwa rokok
itu buruk tanpa mempertanyakan alasan bahwa rokok itu buruk. Dalam adegan
tersebut, saya mengutip perkataan luar biasa yang dilontarkan oleh Nick Taylor,
Akan selalu ada orang yang mengatur kau harus bagaimana
dan berpikir apa. Jika ada yang bicara dan berlagak seperti orang ahli,(kau
tidak harus mengiyakannya langsung) kau bisa merespon, Kata siapa?…Kau harus mempunyai
pikiran sendiri, menantang otoritas…untuk mengetahui mana yang baik dan mana
yang buruk, kau harus mencari tahunya sendiri. (Tapi bukan berarti kau harus
mencobanya dan mengalami sendiri)”.
Film ini mengajarkan mengenai
pentingnya sebuah kata dan dahsyatnya sebuah kata dalam mempengaruhi orang
banyak. Selain itu, saya menjadi paham dalam penyampaian argumen seperti yang
dilakukan oleh Nick Taylor. Sebelum berargumen, sebaiknya kita harus dilandasi
dengan pengetahuan berupa data dan informasi yang lengkap mengenai topik yang
akan kita bahas dan argumentasikan. Ketika kita sudah memiliki data dan
informasi yang lengkap, sehingga dengan mudahnya dapat menyusun strategi
berargumen serta mampu memprediksi pesan dan informasi yang akan dilontarkan
oleh lawan bicara. Seperti halnya Nick berusaha untuk mencari data dan
informasi yang lengkap sebelum berargumen untuk mematahkan statement dari lawan bicaranya dan Nick dapat dengan mudah dalam
menyusun strategi untuk menguatkan citra perusahaan rokoknya di tengah-tengah
masyarakat.
Informasi dan data yang
didapatkan oleh Nick dimulai dari kebiasaan uniknya, yaitu meluangkan waktu
untuk berbincang-bincang di Bert’s Cafe dengan kawan-kawan sejawatnya, Polly,
juru bicara alkohol (Moderation Councill), dan Bobby Jay, juru bicara senjata
api (Safety). Mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai pasukan MOD, Pedagang
Kematian. Mereka bersantai sambil berbincang-bincang membahas mengenai
pekerjaan mereka masing-masing. Mereka saling bertukar informasi pengalaman
bekerja dalam industri masing-masing, dan saling memberikan masukan guna
menyelesaikan permasalahan yang kerap muncul dalam dunia bisnis. Selain
kebiasaan unik yang dilakukan Nick untuk mencari data dan informasi yang
lengkap dari narasumber atau lawan bicaranya, Nick selalu menunjukkan simpati
dan empatinya. Ia selalu berusaha ikut merasakan apa yang dirasakan oleh lawan
bicaranya dan mempersuasi seolah-olah ia berada di posisi lawan bicaranya. Hal
itu membuat ia semakin mudah untuk menemukan data dan informasi yang sedang difikirkan
oleh lawan bicaranya.
Namun, strategi bernegosiasi
dan melobi tidak cukup terfokuskan pada komunikasi verbal, melainkan komunikasi
non verbal pun sangat dibutuhkan. Salah satunya yaitu etika dalam
berkomunikasi. Nick sudah sangat cukup baik melakukan strategi yang tidak kalah
pentingnya ini dalam hal berkomunikasi non verbal. Etika yang ia terapkan
ketika berkomunikasi dengan lawan bicaranya yaitu mendengarkan dan menghargai
lawan bicaranya ketika berbicara hingga ciri khas pembawaan yang dikeluarkan
Nick dari cara berpakaian Nick yang selalu rapih dan grooming. Hal tersebut membuat Nick terlihat berwibawa, membuat siapapun
yang berbicara dengan Nick menjadi yakin bahwa Nick merupakan orang yang sangat
profesional juga menguatkan argumentasi yang dilontarkan oleh Nick. Ia
menyampaikan informasi dengan gaya dan caranya sendiri, dimulai dari penggalian
data dan informasi yang lengkap, serta strategi komunikasi verbal dan juga
non-verbal seperti halnya etika berkomunikasi pada umumnya. Hal tersebut
menjadi sangat penting ketika kita ingin menyampaikan informasi bagi khalayak
agar mudah dipercaya dengan apa yang kita informasikan.
Mantap
BalasHapusKeren kak artikelnya
BalasHapus